[JOURNAL] Permainan Tradisional Anak dalam Kajian Antropologi

Permainan anak merupakan suatu gejala social-budaya yang sudah sejak lama menjadi perhatian para ahli antropologi, sosiologi dan psikologi. Tapi uniknya, belum ada kesepakatan pasti tentang defisini dari “permainan” itu sendiri (Schwartzman, 1976: 291) padahal untuk membangun pengetahuan yang sistematis tentang gelaja yang dipelajari perlu ada kejelasan makna dalam kajian ilmiah setiap konsep.
Pada dasarnya tidak mudah untuk menganalisa permainan anak secara perangkat konseptual terlebih dalam framing Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia seringkali tidak memiliki istilah-istilah untuk hal yang seharusnya adalah istilahnya. Sebagai gambaran, di Indonesia kata “permainan” dapat digunakan untuk berbagai macam bentuk permainan. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dibedakan menjadi play dan game. Secara harfiah, kata game bisa diterjemahkan menjadi pertandingan. Dalam konteks ‘children’s game’ lebih diartikan sebagai permainan anak-anak bukan pertandingan anak-anak. Berdasarkan hal sederhana ini, ada beberapa kerumitan yang dihadapi dalam perangkat konseptual.
Bagaimana cara mendefiniskani “permainan” akan sama halnya dengan konsep mendefiniskan “kebudayaan” karena dapat diartikan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Definisi permainan yang banyak dianut pada pakar adalah yang digagas oleh Huizinga yang terkenal dengan bukunya Homo Ludens (1955). Huizinga mendefiniskan permainan dengan cara mengungkapkan ciri atau sifat bermain sebagai :
- a voluntary activity existing outside “ordinary life”
- totally absorbing
- unproductive
- occurring within a circumscribed time and space
- ordered by rules
- characterized by group relationships which surround themselves by secrecy and disguise (1955: 13 via Schwartzman 1975)
Jika diartikan secara sederhana ciri bermain diatas bermakna (a) suatu kegiatan sukarela yang ada diluar kehidupan “biasa”, (b) sepenuhnya memukau/menyita perhatian, (c) tidak produktif, (d) berlangsung dalam suatu ruang dan waktu terterntu, (e) diatur oleh aturan-aturan, (f) ada hubungan-hubungan antarkelompok yang menutupi dirinya dengan kerahasiaan dan ketertutupan. Dari ciri bermain yang diungkapkan diatas, pada dasarnya setiap aktivitas manusia tak lepas dari unsur “bermain”.
Leave a Reply